JAKARTA, Cobisnis.com – Rumah Gadang merupakan rumah adat masyarakat Minangkabau yang menjadi salah satu simbol budaya paling dikenal dari Sumatera Barat. Bangunan tradisional ini sering pula disebut Rumah Bagonjong karena bentuk atapnya yang meruncing, atau Rumah Baanjuang di beberapa wilayah. Meskipun desainnya mudah ditemui di Sumatera Barat, tidak semua daerah Minang diperbolehkan mendirikan rumah adat ini. Hanya kawasan yang berstatus nagari yang memiliki hak untuk membangunnya, sedangkan daerah yang masih berstatus dusun, jorong, atau korong belum memiliki kewenangan tersebut. Di wilayah rantau, rumah adat ini juga pada awalnya tidak didirikan oleh para perantau Minang.
Fungsi dan Penghuni Rumah Gadang
Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama bagi perempuan dalam satu kaum. Jumlah kamar disesuaikan dengan anggota perempuan yang telah menikah, karena setiap perempuan yang bersuami mendapat satu kamar khusus. Sementara itu, perempuan tua dan anak-anak menempati kamar dekat dapur, sedangkan gadis remaja tinggal bersama di kamar bagian ujung.
Bagian dalam rumah terbuka luas tanpa sekat, kecuali pada kamar tidur. Ruangan di dalamnya dibagi berdasarkan lanjar dan ruang yang ditandai oleh barisan tiang. Lanjar disusun dari depan ke belakang, sementara ruang dihitung dari kiri ke kanan, jumlahnya selalu ganjil—mulai dari tiga hingga sebelas—tergantung ukuran rumah.
Tanah tempat berdirinya Rumah Gadang merupakan milik kaum dan diwariskan secara turun-temurun kepada garis perempuan. Di halaman depan biasanya terdapat dua rangkiang, bangunan kecil untuk menyimpan padi. Pada sisi kanan dan kiri rumah terdapat anjung, ruang khusus yang digunakan untuk prosesi adat seperti pernikahan atau penobatan pemimpin adat. Keberadaan anjung inilah yang membuat sebagian rumah disebut Rumah Baanjuang.
Jenis-Jenis Rumah Gadang Berdasarkan Laras
Rumah Gadang terbagi menjadi dua ragam utama yang mengikuti sistem kepemimpinan adat, yaitu:
1. Laras Koto Piliang
Rumah Gadang Koto Piliang memiliki anjung di sisi kiri dan/atau kanan, menandakan struktur sosial yang bersifat hierarkis. Tipe ini banyak ditemui di Luhak Tanah Datar.
2. Laras Bodi Chaniago
Tipe ini tidak memiliki anjung sehingga seluruh lantainya berada pada ketinggian yang sama. Hal ini mencerminkan falsafah kepemimpinan yang egaliter dan demokratis. Rumah Gadang Bodi Chaniago banyak dijumpai di Luhak Agam dan Luhak Limapuluh Kota.
Selain perbedaan laras, keragaman Rumah Gadang juga terlihat dari bentuk dinding, jumlah ruangan, jumlah gonjong, serambi, hingga bahan bangunannya.
Bentuk Arsitektur dan Filosofi
Ciri paling menonjol dari Rumah Gadang adalah atap gonjong yang runcing seperti tanduk kerbau. Dahulu atapnya menggunakan ijuk yang bisa bertahan puluhan tahun, meski kini banyak diganti seng. Bagian depan dipenuhi ukiran motif akar, bunga, daun, dan bentuk geometris sebagai representasi filosofi adat Minang.
Bangunan dibuat memanjang dan ditopang oleh tiang-tiang kayu tinggi. Dapur selalu berada di bagian belakang dan terpisah dari bangunan utama. Menariknya, Rumah Gadang dibangun tanpa satu pun paku. Semua sambungan memakai pasak kayu.
Konstruksi Tahan Gempa
Karena Minangkabau berada di jalur rawan gempa, konstruksi Rumah Gadang mengadopsi teknik yang sangat adaptif. Tiang-tiangnya tidak ditanam ke tanah, melainkan diletakkan di atas batu datar. Struktur ini memungkinkan bangunan bergeser secara fleksibel saat gempa, sehingga tidak mudah roboh. Sistem pasak kayu di setiap sambungan juga bergerak mengikuti guncangan, membuat Rumah Gadang yang dibangun sesuai kaidah adat sangat tahan terhadap gempa.
Ikon Budaya Minangkabau
Atap gonjong telah menjadi identitas visual masyarakat Minang. Hampir seluruh kantor pemerintahan di Sumatra Barat menggunakan desain Rumah Gadang, begitu pula rumah makan Padang di berbagai daerah. Beragam logo organisasi Minangkabau juga mengadaptasi bentuk gonjong sebagai simbol kebudayaan.














